Kehidupan Nabi Muhammad saw

Warisan Budaya Alamiah

  • Kehidupan Nabi Muhammad saw


    Contohilah baginda

  • Jumlah Pengunjung

    • 419,537 hits
  • Log Keluar / Masuk

Archive for 26 Jun 2010

Misteri kewafatan Abdullah Ayahanda Nabi Muhammad saw

Posted by Sifuli di 26 Jun 2010



Rancangan jahat orang Yahudi membunuh Rasulullah saw telah direncanakan sejak sebelum rasulullah lahir lagi. Usaha itu dilakukan bahkan ketika beliau masih berada dalam sulbi ayahnya, Abdullah dan saat berada dalam perut ibunya, Aminah. Setelah beliau lahir, usaha membunuh beliau semakin menjadi-jadi.

Para dukun dan rabi Yahudi berusaha keras membunuh Abdullah, ayah Nabi Muhammad saw. Salah satu tokoh mereka mengatakan, “Siapkan makanan yang telah diberi racun yang sangat mematikan dan kemudian makanan itu berikan kepada Abdul Mutthalib.” Orang-orang Yahudi melakukan hal itu lewat para perempuan yang menutup wajahnya dengan kain. Setelah makanan tersebut selesai dibuat, mereka membawanya kepada Abdul Mutthalib.

Ketika sampai di rumah Abdul Mutthalib, isterinya keluar dan menyambut mereka. Mereka berkata, “Kami masih keturunan Abdi Manaf dan itu berarti masih famili jauh kalian.” Mereka lantas memberikan makanan tersebut sebagai hadiah. Setelah mereka pergi, Abdul Mutthalib berkata kepada keluarganya, “Kemarilah keluargaku, kita menyantap bersama apa yang dibawakan oleh famili jauh kita.” Namun, saat mereka hendak memakan hidangan yang dibawa itu, terdengar suara dari makanan tersebut, “Kalian jangan memakan aku, karena aku telah diracuni oleh mereka.” Keluarga Abdul Mutthalib tidak jadi makan dan kemudian berusaha mencari tahu siapa para perempuan yang menghadiahi mereka hidangan itu. Namun selidik punya selidik mereka tidak berhasil mengetahui identitas mereka. Ini adalah salah satu tanda-tanda kenabian Rasulullah sebelum lahir.

Tidak berhasil, kembali sekelompok rahib Yahudi dengan memakai pakaian pedagang Syam memasuki kota Mekkah. Mereka sengaja datang ke sana untuk membunuh Abdullah, ayah Rasulullah saw. Sejak awal mereka telah mempersiapkan pedang yang telah di olesi racun. Mereka dengan sabar menanti kesempatan untuk melaksanakan rencana yang telah dibuat jauh-jauh hari.

Suatu hari, Abdullah bin Abdul Mutthalib keluar dari kota Mekkah untuk berburu. Orang-orang Yahudi melihat ini sebagai sebuah kesempatan bagus untuk membunuh Abdullah. Di suatu tempat mereka mengepung dan hendak membunuhnya. Namun lagi-lagi usaha mereka gagal, karena tiba-tiba ada sekelompok Bani Hasyim yang kembali dari perjalanan melalui tempat tersebut. Dan untuk kesekian kalinya Abdullah berhasil selamat dari niat busuk orang-orang Yahudi. Sempat terjadi bentrok antara orang-orang Yahudi dan Bani Hasyim yang berujung pada sejumlah pendeta Yahudi tewas dan sebagian lainnya ditawan dan dibawa kembali ke Madinah.

Abdullah, ayah Rasulullah saw meninggal secara misteri. Sebahagian ada yang meriwayatkan beliau meninggal pada umur 17 tahun sementara lainnya menyebutkan 25 tahun.

Kazruni dalam bukunya al-Muntaqi menulis:

“Abdullah Mutthalib lahir tepat 24 tahun sejak masa pemerintahan Anushirvan, Raja Kisra. Ketika berumur 17 tahun, beliau menikah dengan Aminah. Ketika Aminah hamil Rasulullah saw, Abdullah meninggal dunia di Madinah. Semua orang menuduh penyebab kematian Abdullah adalah orang-orang Yahudi. Mereka meracuni Abdullah. Karena ketika di Mekkah mereka berkali-kali berusaha membunuh Abdullah namun tidak sempat karena ada kendala. Bagaimana bila Abdullah ke Madinah yang di sana hidup banyak orang Yahudi?”

Tentunya, tujuan asli adalah Rasulullah saw, namun ayahnya, Abdullah yang menjadi korban.

Advertisement

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Ayah Bonda Nabi Muhammad saw

Posted by Sifuli di 26 Jun 2010



PERKAHWINAN ‘ABDULLAH DENGAN AMINAH

Usia Abdul Muthalib sudah hampir mencapai tujuh puluh tahun atau lebih tatkala Abrahah menyerang Makkah dan cuba menghancurkan Ka’bah. Ketika itu umur anaknya, ‘Abdullah sudah dua puluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikahwinkan. Pilihan Abdul Muthalib jatuh kepada Aminah binti Wahab bin ‘Abdul Manaf bin Zuhra – pemimpin suku Zuhra ketika itu yang amat sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat.

Maka pergilah anak-beranak itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. ‘Abdul Muthalib dengan anaknya menemui Wahab dan melamar puterinya. Sebahagian penulis sejarah berpendapat, bahwa mereka pergi menemui Uhyab, bapa saudara Aminah, kerana waktu itu ayahnya sudah meninggal dunia dan dia di bawah asuhan bapa saudaranya.

Lamaran ‘Abdul Mutalib itu diterima dengan amat gembiranya oleh keluarga Zuhra. Persiapan pun dibuat untuk melangsungkan hari kebesaran bagi kedua-dua pengantin yang sama padan bagai pinang dibelah dua itu. Pada hari perkawinan ‘Abdullah dengan Aminah itu, Abdul Muthalib juga berkahwin dengan Hala, sepupu Aminah. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, bapa saudara Rasulullah SAW.

‘Abdullah bersama Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan ‘Arab di mana perkahwinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin perempuan. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abdul Muthalib.

PEMERGIAN ‘ABDULLAH KE SYAM DAN KEWAFATAN

Tidak berapa lama kemudian, ‘Abdullah pun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Syam (Syria pada hari ini) dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil.

Dalam perjalanannya itu, ‘Abdullah tinggal di Syam selama beberapa bulan. Dalam pada itu beliau pergi juga ke Gaza dan kembali ke Makkah. Di tengah-tengah perjalanannya, ‘Abdullah singgah ke tempat saudara-saudara ibunya, Bani Adiy bin Najjar di Madinah, sambil beristirehat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu beliau akan kembali pulang dengan kafilah ke Makkah. Akan tetapi kemudian beliau menderita sakit di tempat saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannya pun pulang terlebih dahulu meninggalkannya. Dan merekalah yang menyampaikan berita sakitnya itu kepada ayahnya, ‘Abdul Muthalib setelah mereka sampai di Makkah.

Apabila berita itu sampai kepada Abdul Muthalib, beliau mengutus anaknya yang sulung, Harith, ke Madinah, supaya membawa kembali ‘Abdullah apabila beliau sudah sembuh. Tetapi sesampainya Harith di Madinah, dia mengetahui bahawa ‘Abdullah sudah pun meninggal dunia dan juga dikuburkan, sebulan selepas kafilahnya berangkat ke Makkah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abdul Muthalib, lebih-lebih lagi Aminah, kerana dia telah kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya. Demikian juga ‘Abdul Muthalib sangat sayang kepadanya sehingga penebusannya terhadap berhala yang sedemikian rupa belum pernah terjadi di kalangan masyarakat ‘Arab sebelum itu.

Peninggalan ‘Abdullah sesudah wafat terdiri daripada lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, iaitu Ummu Aiman, yang kemudiannya menjadi pengasuh Rasulullah SAW. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan bererti suatu tanda kekayaan; tetapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan. Di samping itu, umur ‘Abdullah yang masih dalam usia muda belia, sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai kekayaan. Dalam pada itu beliau memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang masih hidup itu.

KEWAFATAN AMINAH, IBU RASULULLAH SAW

Setelah Rasulullah SAW berada di bawah jagaan Halimatus Sa’diyyah selama empat tahun lamanya, anak itu dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Menurut adat Arab, setiap tahun Aminah pergi menziarahi ke pusara suaminya dekat kota Madinah itu. Setelah Rasulullah SAW dikembalikan oleh Halimah, tidak berapa lama kemudian, pergilah dia berziarah ke pusara suaminya itu bersama-sama dengan anaknya yang masih dalam pangkuan itu, bersama-sama pula dengan budak pusaka ayahnya, seorang perempuan bernama Ummi Aiman.

Tetapi di dalam perjalanan pulang, Aminah ditimpa demam pula, lalu menemui ajalnya. Dia meninggal dan mayatnya dikuburkan di al-Abwa’, suatu dusun di antara kota Madinah dengan Makkah. Anak yang malang itu pindahlah ke dalam gendungan Ummi Aiman. Dialah yang membawa anak itu balik ke Makkah. Anak itu kemudiannya diasuh dengan penuh kasih sayang oleh datuknya ‘Abdul Muttalib.

Berkata Ibnu Ishak : “Maka adalah Rasulullah SAW itu hidup di dalam asuhan datuknya ‘Abdul Muttalib bin Hasyim. Datuknya itu ada mempunyai suatu hamparan tempat duduk di bawah lindungan Ka’bah. itu. Anak-anaknya semuanya duduk di sekeliling hamparan itu. Kalau dia belum datang, tidak ada seorang pun anak-anaknya yang berani duduk dekat, lantaran amat hormat kepada orang tua itu.

Maka datanglah Rasulullah SAW, ketika itu dia masih kanak-kanak, dia duduk saja di atas hamparan itu. Maka datang pulalah anak-anak datuknya itu hendak mengambil tangannya menyuruhnya undur. Demi kelihatan oleh ‘Abdul Muttalib, dia pun berkata : “Biarkan saja cucuku ini berbuat sekehendaknya. Demi Allah sesungguhnya dia kelak akan mempunyai kedudukan penting.’ Lalu anak itu didudukkannya di dekatnya, dibarut-barutnya punggungnya dengan tangannya, disenangkannya hati anak itu dan dibiarkannya apa yang diperbuatnya.”

HALIMATUS SA’DIYYAH – IBU SUSU MUHAMMAD SAW

Menurut adat Arab, anak itu tidak disusukan oleh ibunya sendiri jika dia orang terpandang, tetapi dicarikan seorang tukang menyusu dari kampung Badwi. Kerana kehidupan anak-anak itu di dusun boleh menguatkan tubuhnya dan memperbaiki lidahnya (melatih bahasa ‘Arab), agar jangan kena ‘hawa’ kota. Menurut pendapat orang Arab, tukang susu atau tukang didik orang kota itu serupa dengan malam yang gelap gelita layaknya, menghabiskan pengharapan tentang hari kemudian anak-anak. Oleh itu, Abdul Muthalib pun mencari para wanita yang sesuai untuk menyusui Muhammad Rasulullah SAW.

Pada waktu itu, datanglah ke kota beberapa orang perempuan dari Badwi bani Sa’ad bin Bakr mencari anak-anak yang akan disusukan. Yang beruntung beroleh Muhammad ialah seorang perempuan bernama Halimah binti Abu Zu’aib bin al-Harits as-Sa’diyyah. Suaminya bernama al-Harits bin ‘Abdul-Uzza, yang diberi gelaran Abu Kabsyah, berasal dari kabilah yang sama. Maka diterimanyalah anak kecil itu dari ibunya, lalu terus digendungnya ke kampungnya di Badwi Bani Sa’ad bin Bakr. Empat tahun lamanya anak itu di dalam asuhan Halimah.

Antara saudara-saudara Rasulullah SAW dari satu susuan di sana adalah Abdullah bin al-Harits, Anisah binti al-Harits, Hudzafah atau Judzamah binti Al-Harits. Bapa saudara Baginda, Hamzah bin Abdul Muthalib juga disusui di Bani Sa’ad. Suatu hari ibu susuan Rasulullah SAW ini juga pernah menyusui Hamzah semasa beliau masih dalam susuannya. Jadi Hamzah adalah saudara sesusuan Rasulullah SAW dari dua pihak, yaitu dari Tsuwaibah dan dari Halimah as-Sa’diyyah.

Ahli sirah telah sebulat suara mengatakan bahawa kampung bani Sa’ad ketika itu mengalami kemarau yang teruk. Sesampai sahaja Rasulullah SAW ke rumah Halimatus Sa’diyyah dan menyusu darinya ketika itu juga keadaan pun berubah. Kampung yang dulunya kering tandus mulai menghijau, kambing ternakan yang dahulu kelaparan kini bila kembali dari ladang ternakan kelihatan riang dan uncang-uncang susunya penuh dengan susu.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Aminah bonda Nabi Muhammad saw

Posted by Sifuli di 26 Jun 2010



Seorang wanita berhati mulia, pemimpin para ibu. Seorang ibu yang telah menganugerahkan anak tunggal yang mulia pembawa risalah yang lurus dan kekal, rasul yang bijak, pembawa hidayah. Dialah Aminah binti Wahab. Ibu dari Nabi kita Muhammad (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam)yang diutus ALLAH sebagai rahmat seluruh alam. Cukuplah baginya kemuliaan dan kebanggaan yang tidak dapat dimungkiri, bahwa ALLAH Azza Wa Jalla memilihnya sebagai ibu seorang rasul mulia dan nabi yang terakhir.

Berkatalah Baginda Nabi Muhammad (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam) tentang nasabnya. “ALLAH telah memilih aku dari Kinanah, dan memilih Kinanah dari suku Quraisy bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.” Dengarlah sabdanya lagi, “Allah memindahkan aku dari sulbi-sulbi yang baik ke rahim-rahim yang suci secara terpilih dan terdidik. Tiadalah bercabang dua, melainkan aku di bahagian yang terbaik.”

Bunda Aminah bukan cuma ibu seorang rasul atau nabi, tetapi juga wanita pengukir sejarah. Kerana risalah yang dibawa putera tunggalnya sempurna, benar dan kekal sepanjang zaman. Suatu risalah yang bermaslahat bagi ummat manusia. Berkatalah Ibnu Ishaq tentang Bunda Aminah binti Wahab ini. “Pada waktu itu ia merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.”

Menurut penilaian Dr. Bint Syaati tentang Aminah ibunda Nabi Muhammad (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam) iaitu. “Masa kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia (Aminah) memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat aristokrasi (bangsawan) yang sangat membanggakan kemuliaan nenek moyang dan keturunannya.”

Aminah binti Wahab merupakan bunga yang indah di kalangan Quraisy serta menjadi puteri dari pemimpin bani Zuhrah. Pergaulannya senantiasa dalam penjagaan dan tertutup dari pandangan mata. Terlindung dari pergaulan bebas sehingga sukar untuk dapat mengetahui jelas penampilannya atau gambaran fizikalnya. Para sejarawan hampir tidak mengetahui kehidupannya kecuali sebagai gadis Quraisy yang paling mulia nasab dan kedudukannya di kalangan Quraisy.

Meski tersembunyi, baunya yang harum semerbak keluar dari rumah bani Zuhrah dan menyebar ke segala penjuru Makkah. Bau harumnya membangkitkan harapan mulia dalam jiwa para pemudanya yang menjauhi wanita-wanita lain yang terpandang dan dibicarakan orang.

Cahaya di dahi

ALLAH memilih Aminah “Si Bunga Quraisy” sebagai isteri Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib di antara gadis lain yang cantik dan suci. Ramai gadis yang meminang Abdullah sebagai suaminya seperti Ruqaiyah binti Naufal, Fatimah binti Murr, Laila al Adawiyah, dan masih ramai wanita lain yang telah meminang Abdullah.

Ibnu Ishaq menuturkan tentang Abdul Muthalib yang membimbing tangan Abdullah anaknya setelah menebusnya dari penyembelihan. Lalu membawanya kepada Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah – yang waktu itu sebagai pemimpin bani Zuhrah – untuk dinikahkan dengan Aminah.

Sayyid Abdullah adalah pemuda paling tampan di Makkah. Paling memukau dan paling terkenal di Makkah. Tak hairan, jika ketika ia meminang Aminah, ramai wanita Makkah yang patah hati.”

Cahaya yang semula memancar di dahi Abdullah kini berpindah ke Aminah, padahal cahaya itulah yang membuat wanita-wanita Quraisy rela menawarkan diri sebagai calon isteri Abdullah. Setelah berhasil menikahi Aminah, Abdullah pernah bertanya kepada Ruqaiyah mengapa tidak menawarkan diri lagi sebagai suaminya. Apa jawab Ruqayah, “Cahaya yang ada padamu dulu telah meninggalkanmu, dan kini aku tidak memerlukanmu lagi.”

Fatimah binti Murr yang ditanyai juga berkata, “Hai Abdullah, aku bukan seorang wanita jahat, tetapi kulihat aku melihat cahaya di wajahmu, kerana itu aku ingin memilikimu. Namun ALLAH tak mengizinkan kecuali memberikannya kepada orang yang dikehendakiNya.” Jawaban serupa juga disampaikan oleh Laila al Adawiyah. “Dulu aku melihat cahaya bersinar di antara kedua matamu kerana itu aku mengharapkanmu. Namun engkau menolak. Kini engkau telah mengahwini Aminah, dan cahaya itu telah lenyap darimu.”

Memang “cahaya” itu telah berpindah dari Abdullah kepada Aminah. Cahaya ini setelah berpindah-pindah dari sulbi-sulbi dan rahim-rahim lalu menetap pada Aminah yang melahirkan Nabi Muhammad SAW. Bagi Nabi Muhammad merupakan hasil dari doa Nabi Ibrahim bapanya. Kelahirannya sebagai khabar gembira dari Nabi Isa saudaranya, dan merupakan hasil mimpi dari Aminah ibunya. Aminah pernah bermimpi seakan-akan sebuah cahaya keluar darinya menyinari istana-istana Syam. Dari suara ghaib ia mendengar, “Engkau sedang mengandung pemimpin ummat.”

Masyarakat di Makkah selalu membicarakan, kedatangan nabi yang ditunggu-tunggu sudah semakin dekat. Para pendita Yahudi dan Nasrani, serta peramal-peramal Arab, selalu membicarakannya. Dan ALLAH telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. seperti disebutkan dalam Surah al Baqarah ayat 129. “Ya Tuhan kami. Utuslah bagi mereka seorang rasul dari kalangan mereka.” Dan terwujudlah khabar gembira dari Nabi Isa ‘Alaihissalam. seperti tersebut dalam Surah as-Shaff ayat 6. “Dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad (Muhammad)”. Benar pulalah tentang ramalan mimpi Aminah tentang cahaya yang keluar dari dirinya serta menerangi istana-istana Syam itu.”

Pemimpin Para Ibu

Bunda Aminah adalah pemimpin para ibu, kerana ia ibu Nabi Muhammad (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam) yang dipilih ALLAH sebagai rasul pembawa risalah untuk ummat manusia hingga akhir zaman. Bagninda Muhammadlah penyeru kebenaran dan keadilan serta kebaikan berupa agama Islam. “Dan barangsiapa memilih agama selain Islam, maka tiadalah diterima (agama itu) darinya. Dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Saat menjelang wafatnya, Aminah berkata: “Setiap yang hidup pasti mati, dan setiap yang baru pasti usang. Setiap orang yang tua akan binasa. Aku pun akan wafat tapi sebutanku akan kekal. Aku telah meninggalkan kebaikan dan melahirkan seorang bayi yang suci.”

Diriwayatkan oleh Aisyah dengan katanya, “Rasulullah (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam) memimpin kami dalam melaksanakan haji wada’. Kemudian baginda lalu mendekat kubur ibunya sambil menangis sedih. Maka aku pun ikut menangis kerana tangisnya.”

Betapa harumnya nama Aminah, dan betapa kekalnya namanya nan abadi. Seorang ibu yang luhur dan agung sebagai ibu Baginda Muhammad (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam) manusia paling utama di dunia, paling sempurna di antara para nabi, dan sebagai rasul yang mulia. Bunda Aminah binti Wahab adalah ibu kandung rasul yang mulia. Semoga ALLAH memberkahinya.

Mari kita kenali nabi kita sampai ke ibu & bapaknya. Yang tak kenal sulit untuk mencintainya.

Semoga ALLAH Ta’ala menjadikan kita sebagai ummat Beliau (Shollallohu ‘Alaihi Wasallam) yang diridloi dunia sampai akhirat. Amiin.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »